Jumat, 13 Agustus 2010

INTELLIGENCE BASED LEADERSHIP -LEADERSHIP CHALLENGES IN THE ERA OF LIMIT

INTELLIGENCE BASED LEADERSHIP -LEADERSHIP
CHALLENGES IN THE ERA OF LIMIT

Oleh:
Dr. I Putu Gede Ary Suta

Abstrak
Berbagai krisis yang terjadi telah menempatkan aspek kepemimpinan (leadership) dan kecerdasan (intelligence) menjadi semakin penting, terlebih lagi setelah adanya penemuan yang lebih luas terhadap fungsi-fungsi brain & mind. Implikasi yang timbul adalah diperlukan adanya pemahaman tentang cakupan aspek intelligence dalam kaitannya dengan kepemimpinan (leadership), serta perlunya pemanfaatan secara maksimal potensi brain atau mind untuk mencapai tingkat kompetensi kepemimpinan (leadership competence) guna menjawab tantangan yang ada untuk mencapai kinerja kepemimpinan yang maksimal. Leadership competence dapat dicapai melalui learning (study, observation, dan experience) dan mentoring sehingga dapat tercipta tingkat kecerdasan rational, emotional serta spiritual yang mutlak harus dimiliki oleh setiap pemimpin yang sukses (great leader)

Kata kunci: brain, critical thinking, happiness, intelligence (executive intelligence), leadership, mind, neuron, wisdom

INTRODUCTION

Terjadinya krisis global yang menimpa hampir seluruh belahan dunia ini telah menempatkan isu kepemimpinan menjadi semakin sentral. Di samping itu penemuan-penemuan baru di bidang brain science telah menjadikan isu kecerdasan (intelligence) menjadi perhatian mengingat banyaknya perubahan yang terjadi yang selama ini diyakini oleh mainstream neuroscientists.

Brain Power atau Intelligence merupakan determinant factor untuk meraih kesuksesan dalam kepemimpinan (leadership performance). Setiap pembicaraan yang menyangkut brain atau mind tidak pernah lepas dari pembahasan tentang intelligence. Faktor intelligence inilah yang secara mendasar membedakan manusia dari makhluk Tuhan lainnya. Pertanyaan mendasar yang muncul adalah: mengapa intelligence factor ini demikian pentingnya sehingga menjadi topik bahasan tidak hanya bagi neuroscientists dan psychologists, tetapi juga bagi para ahli dari disiplin ilmu lainnya termasuk ahli manajemen dan leadership.

Intelligence merupakan kapabilitas mental, emotional, dan spiritual yang melibatkan kemampuan manusia untuk berfikir, membuat rencana, berimajinasi, memecahkan masalah, mengerti dan memahami ide-ide yang bersifat kompleks serta mampu mentransformasikan pengalaman menjadi pengetahuan. Oleh karenanya masalah intelligence ini menjadi sangat relevan baik bagi pemimpin maupun para pengikutnya.

Intelligence factor menjadi semakin penting dengan perkembangan terakhir yang terjadi menunjukkan bahwa otak (brain) manusia tidak lagi bersifat tetap, namun telah menjadi plasticity (tidak tetap). Artinya bahwa brain dapat mempengaruhi pengalaman manusia dan sebaliknya pengalaman itu sendiri berpengaruh terhadap brain tersebut.

A great leader harus memiliki kemampuan untuk melakukan penyesuaian diri (adaptive capacity). Penyesuaian diri ini menjadi semakin penting dengan adanya perubahan lingkungan termasuk krisis yang kerap menjadi tanggung jawab seorang leader untuk menghadapinya. Adaptive capacity bagi seorang great leader membutuhkan pembelajaran secara terus menerus (learning & learning).

Pada dasarnya fungsi utama seorang leader adalah mendesain masa depan bangsa atau organisasi yang dipimpinnya dan leader yang bersangkutan dituntut untuk berani dan mampu menghadapi perubahan (deal with change). Karena pentingnya fungsi yang diembannya, maka greatness memerlukan great leader dan great leader memerlukan great leadership.Seorang leader dituntut memiliki kemampuan untuk membangun executive intelligence pada dirinya dan jajarannya. Penelitian di bidang ini menunjukkan bahwa semua great leaders memiliki executive intelligence (Menkes, J., 2006). Brain power (executive intelligence) akan menentukan kualitas kepemimpinan seorang leader dalam membangun visinya dan membuat atau memilih strategi yang tepat guna mencapai tujuan organisasi. A great leader tidak akan pernah berhenti belajar dan belajar. Dengan pembelajaran ini seorang great leader akan mampu untuk:
• mentransformasi pengalaman yang dimiliki menjadi knowledge,
• menyederhanakan persoalan yang dihadapi,
• secara skillful menggunakan informasi atau pengalaman yang ada untuk memecahkan persoalan yang dihadapi.

Berdasarkan pemikiran ini, seorang great leader harus memberikan perhatian lebih serius terhadap brain power (intelligence) karena dampaknya yang dapat ditimbulkan terhadap fungsi-fungsi kepemimpinan. Neuroplasticity mengandung arti juga bahwa otak akan mengalami perubahan secara berkelanjutan (the brain continously changes itself). Kemajuan yang luar biasa telah terjadi di bidang neuroscience beberapa tahun terakhir yang menunjukkan semakin pentingnya fungsi otak kanan (right brain) dalam menentukan masa depan umat manusia. Bagian selanjutnya dari paper ini akan membahas brain dan fungsi brain; jenis-jenis intelligence; hubungan intelligence, talent, competence, dan happiness; newmind dan neuroplasticity; leadership challenges; era of limit; dan leadership performance.

BRAIN AND ITS FUNCTIONS

Brain and Mind Interface

Tidaklah mudah untuk membedakan antara Brain and Mind, dan lebih tidak mudah lagi memahami fungsi sesungguhnya dari otak (brain) manusia. Bahkan Neuroscientists menganggap bahwa sulitnya memahami brain sama dengan sulitnya memahami alam semesta (brain is the most complex living structure). Selama ini kalangan kedokteran dan ilmu pengetahuan (mainstream medicine and science) berpendapat dan percaya bahwa anatomi daripada brain manusia bersifat tetap, dan permanen. Perkembangan terakhir menunjukkan telah terjadi perubahan yang sangat mendasar dimana sebelumnya diyakini oleh neuroscientists bahwa anatomi brain bersifat tetap dan kini diperoleh temuan yang berbeda dan bahkan cenderung terbalik, dimana anatomi dari pada brain tersebut bersifat berubah-ubah (neuroplasticity). Ini berarti kemungkinan dapat terjadi perubahan pemahaman manusia terhadap love, grief, relationship, learning, culture, dan teknologi berakibat pada perubahan otak (brain) manusia.

Secara umum dapat dikatakan bahwa brain merupakan anatomi dan bagian dari tubuh manusia, sedangkan mind merupakan fungsi dari brain itu sendiri. Oleh karenanya, walaupun telah terdapat kemajuan yang pesat di bidang neuroscience, namun untuk memahami keseluruhan fungsi brain secara sempurna masih jauh dari cita cita para ahli, terutama tatkala menyentuh hal-hal yang bersifat unconscious (subconscious mind).

Secara umum fungsi brain dapat dikelompokkan sebagai berikut:
• mengatur proses berpikir atau pikiran (thought), memory, judgment, identitas personal dan aspek lainnya dari mind.
• tempat bersemayamnya harapan dan cita-cita (hope) mimpi (dream), dan imajinasi.
• merupakan pusat pembelajaran (center of learning).

Namun jika dilihat dari aktivitas yang dilaksanakan, maka brain manusia memiliki tiga kelompok kegiatan sebagai berikut:
• Information gathering (sensoric activities).
Brain menerima informasi melalui sensoric instruments: penglihatan, pendengaran, dan panca indera lainnya.
• Decoding (storing) information.
Brain akan melakukan decoding terhadap informasi yang diterima dan selanjutnya menyimpannya dalam memory.
• Predicting activities.
Di sini brain akan memanggil (retrieving) dan meman-faatkan informasi tadi untuk melakukan prediksi.

Jika diperhatikan, ketiga aktivitas brain di atas terkait dengan informasi sehingga hubungan dengan fungsi-fungsi leadership semakin nyata. Pada tahap pemikiran, maka informasi akan sangat terkait dengan imajinasi, prediksi, dan kreativitas. Selanjutnya imajinasi, prediksi dan kreativitas akan mempengaruhi kualitas visi, misi, strategi dan perencanaan organisasi, yang pada akhirnya mempengaruhi realitas atau kinerja (leadership performance).

Jika fungsi brain dibedah berdasarkan bentuk dan lokasinya (hemispheres), otak manusia terbagi menjadi dua bagian, yaitu otak kiri (left hemisphere) dan otak kanan (right hemisphere). Fungsi dari masing-masing bagian otak, dapat digambarkan sebagai berikut:


Gambar 1. Left and Right Brain Functions

Gambar 1 di atas menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang mendasar dari kedua hemispheres otak manusia dimana otak kiri menekankan pada hal-hal yang bersifat sequential, logical dan analytical, sedangkan otak kanan menekankan pada fungsi-fungsi yang bersifat non linear, intuitive, dan holistic. Dalam era sebelumnya (Pink, D.H.,2005) mulai dari era pertanian (agriculture age) pada abad 18, era industri (industrial age) pada abad 19, dan era informasi (information age) pada abad 20, manusia pada umumnya lebih banyak memberikan perhatian pada pemanfaatan otak kiri (left hemisphere).

Dengan semakin cepatnya perubahan peradaban manusia, telah melahirkan percepatan era yang mempengaruhi kehidupan manusia. Sebagai akibatnya dengan semakin banyaknya jumlah manusia, semakin sempitnya peluang bagi kehidupannya, semakin tingginya harapan dan semakin banyaknya imajinasi yang dimiliki, mengharuskan manusia memanfaatkan brain power (intelligence) yang menjadi aset utama bagi manusia dalam menghadapi tantangan hidupnya. Para ahli telah memprediksi bahwa era setelah information age ini mengarah pada era of conceptual age dimana era ini akan menjadi eranya para inventor (creator) dan empathizer, the right brainers will rule the future (Pink, D. H., 2006). Pemanfaatan otak kiri semata dipandang tidak cukup untuk menghadapi kebutuhan pada era of conceptual age karena era tersebut membutuhkan inventor yang berkualitas, empathy, joyfulness, dan meaning of life. Prediksi ini perlu disikapi terutama dalam kaitannya dengan peningkatan kualitas visi kepemimpinan, formulasi strategi dan implementasinya, yang pada akhirnya akan mempengaruhi kualitas kepemimpinan (leadership performance).



Gambar 2. Brain Power and Leadership Performance

Gambar 2 di atas menunjukkan pengaruh brain power terhadap leadership competence yang selanjutnya berpengaruh terhadap kualitas kinerja kepemimpinan (leadership performance).

Talent, Genius, Competence and Wisdom

Sampai saat ini belum ditemukan definisi yang baku tentang pengertian intelligence. Namun unsur-unsur penting dari intelligence perlu diketahui, sebagaimana dijelaskan oleh Gibb, Barry J. (2007), sebagai berikut: Intelligence is a very general mental capability that among other things, involve the ability to
• reason;
• plan;
• solve problem;
• think abstractly;
• comprehend complex ideas;
• learn quickly and learn form experience.

Definisi diatas secara tersirat lebih memberikan bobot pada fungsi mind (brain) mengingat secara umum dikatakan bahwa intelligence merupakan mental capability. Banyak klasifikasi yang kita temukan untuk menjelaskan jenis intelligence yang dimiliki manusia, antara lain Mental/Rational Intelligence (IQ), Emotional Intelligence (EQ), dan Spiritual Intelligence (SQ).


TYPES ATTRIBUTE
Mental/Rational Intelligence ( IQ ) Material Capital
Emotional Intelligence ( EQ ) Social Capital
Spiritual Intelligence (SQ) Spiritual Capital

Tabel 1. Intelligence Types

Masyarakat luas telah mengetahui bahwa rational intelligence (Intelligent Quotient/ IQ) merupakan pengukuran tingkat kecerdasan manusia secara umum yang dimulai pada awal abad ke-20. Pengukuran dengan IQ dimaksudkan untuk mengukur kecerdasan (intelligence) melalui serangkaian tes yang mencakup kemampuan spatial, numerical, dan linguistic abilities. Selanjutnya IQ test digunakan pada sistem pendidikan dan bisnis untuk melihat kemampuan (kecerdasan) yang berkaitan dengan rational, logical, linear intelligence, untuk memecahkan problem-problem tertentu dari strategic thinking.

Emotional Intelligence (EQ) merupakan intelligence yang terkait dengan seberapa jauh kita mampu untuk menghubungkan dan memahami orang lain dalam situasi tertentu. EQ juga berhubungan dengan kemampuan untuk memahami dan mengendalikan emosi. Dalam hal emosi tidak dapat dikendalikan, maka manusia itu sendiri akan dikendalikan olehnya (Goleman, D., 1996). Selanjutnya Goleman, D. (1996) mendefinisikan EQ sebagai kemampuan untuk melakukan assessment dan untuk memahami situasi dimana kita berada agar bisa membaca emosi kita sendiri dan emosi orang lain secara wajar.

Spiritual Intelligence (SQ) merupakan moral intelligence yang memberikan kemampuan untuk membedakan benar dan salah, dan memberikan kemampuan untuk memahami dan mengerti tentang deepest meanings, nilai-nilai (values), purposes, dan motivasi (Zohar, D. & Marshall, I., 2005).
Dalam kaitannya dengan ketiga jenis intelligence di atas, pertanyaan mendasar yang dijawab oleh masing-masing intelligence adalah:
• Mental Intelligence (IQ) merupakan rational intelligence untuk menjawab pertanyaan apa yang saya pikirkan dan apa alternatif yang tersedia untuk menjawab suatu tantangan atau memecahkan suatu problem (What I think). IQ ini akan melahirkan kemampuan yang bersifat material, yaitu material capital.
• Emotional Intelligence (EQ) merupakan intelligence untuk menjawab pertanyaan yang terkait dengan emosi manusia baik pemimpin maupun yang dipimpin tentang apa yang dirasakan menyangkut kejadian tertentu dan perasaan terhadap orang lain (What I feel). EQ ini akan melahirkan kemampuan yang bersifat sosial atau sering disebut dengan social capital.
• Spiritual Intelligence (SQ) merupakan intelligence yang memberi dan menambah kemampuan manusia untuk peduli (shared meaning), nilai, dan tujuan akhir kehidupan. Bagi organisasi intelligence ini akan memberikan jawaban untuk pertanyaan untuk apa organisasi ini didirikan. SQ ini akan menambah kemampuan manusia yang menyangkut spiritual (spiritual capital).

Banyak di antara kita belum berhasil memahami atau menempatkan secara tepat posisi intelligence dalam kaitannya dengan talent, genius, competence, maupun wisdom. Berdasarkan definisi intelligence yang disebutkan di atas, penulis mencoba untuk membuat framework hubungan antara intelligence dengan talent, genius, competence, dan wisdom tersebut sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 3.








Gambar 3. Intelligent-Competence-Wisdom Framework

Critical thinking merupakan dasar bagi kelahiran intelligence, yang mencakup disiplin atau seni untuk menjamin proses berpikir terbaik (best thinking) yang seharusnya mampu dilakukan dalam situasi tertentu (Paul, R.W. & Elder, L., 2002). Critical thinking dipercaya sebagai mental ability untuk terciptanya kesuksesan di bidang bisnis, karena meliputi kemampuan untuk probing, proving, asking the right question dan mengantisipasi permasalahan. Semua hal tersebut merupakan aspek besar dari leadership.

Intelligence akan melahirkan talent maupun competencies, yang dapat mempengaruhi kinerja kepemimpinan melalui kelahiran wisdom. Dalam hal ini talent didefinisikan sebagai kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang original atau baru di bidang tertentu yang dikuasainya. Bidang tersebut mengandung hal baru yang dijamin keasliannya dan secara mendasar berbeda dengan pemikiran atau body of work sebelumnya di bidang ideas, art, technology, industrial product, dan social structures. Sedangkan genius merupakan bentuk ekstrim (extreme form) dari talent. Kedua bentuk intelligence – talent dan genius – masih berada pada tahap yang belum terealisir (level of promises).

Competence merupakan kemampuan manusia dalam bidang tertentu untuk mengidentifikasi dan memahami persamaan dan perbedaan antara permasalahan yang baru dengan masalah-masalah sebelumnya yang telah terselesaikan. Selanjutnya wisdom merupakan kemampuan untuk menghubungkan hal-hal yang baru dengan hal-hal lama atau sebelumnya, kemampuan untuk mengaplikasikan pengalaman terdahulu (solusi) terhadap problem yang baru muncul dan merupakan bentuk ekstrem (extreme form) dari competence. Kedua bentuk intelligence ini, competence dan wisdom, berada pada tahap realisasi (level of realized). Talent dan genius biasanya berhubungan erat dengan masa muda (youth), sedangkan competence dan wisdom berhubungan dan merupakan elemen penting dari kedewasaan (maturity).

Dalam kaitannya dengan leadership, intelligence dalam segala bentuknya merupakan prasyarat penting untuk kelahiran happiness, yang pada dasarnya merupakan prasyarat penting bagi seorang pemimpin. Artinya pemimpin yang mengalami atau yang telah merasakan kebahagiaan (happiness) dapat diharapkan memiliki peluang yang besar untuk lebih sukses dan akan dapat membagikan kebahagiaan kepada orang yang dipimpinnya.

Dengan kebahagiaan (happiness) dimaksudkan bahwa manusia atau pemimpin harus mampu mengoptimalkan fungsi elemen kehidupannya yaitu:
• mampu untuk mengotimalkan fungsi badan (body);
• mampu untuk mengoptimalkan fungsi brain (mind);dan
• mampu untuk mengoptimalkan fungsi soul.


NEW MIND AND NEUROPLASTICITY

Conceptual Age

Sebagaimana telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, era mendatang (abad 21) diperkirakan mengarah kepada era konseptual (conceptual of age), dimana akan terjadi perubahan dari knowledge worker yang masuk ke dalam information age menjadi era bagi creator dan empathizer. Conceptual age ini mengharuskan terjadinya perubahan dalam pemanfaatan otak (brain), yang tadinya lebih banyak menggunakan otak kiri (left hemisphere) menjadi otak kanan (right hemisphere). Di sini memerlukan perubahan orientasi pemahaman tentang intelligence (brain power) terutama yang berhubungan dengan fungsi otak kanan yang bersifat non linear, intuitive dan holistic. Perubahan ini menuntut perlunya peningkatan kemampuan bagi pemimpin terhadap hal-hal sebagai berikut:
• kemampuan mendeteksi pola (pattern recognizer), dan opportunities,
• kemampuan untuk menciptakan keindahan yang artistik,
• kemampuan untuk menggabungkan ide-ide yang tidak berhubungan dan mendesain sesuatu yang baru,
• kemampuan untuk memahami perasaan dan berbagi dengan orang lain (empathyzer)

Menurut Pink, D.H. (2006), untuk merealisasikan kemampuan tersebut di atas diperlukan adanya perubahan pendekatan baru terhadap pemanfaatan otak kiri dan otak kanan, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 4 berikut.












Gambar 4. Skema Perubahan Pemanfaatan Otak


Neuroplasticity and Sub-Conscious Mind



Sebagaimana telah dijelaskan pada bagian brain and its function di atas, pemahaman tentang brain telah mengalami perubahan. Selama ini kalangan brain scienctist yakin bahwa fungsi-fungsi otak (mind) bersifat tetap dan tidak akan berubah. Penemuan terakhir menunjukkan bahwa fungsi-fungsi otak mengalami perubahan dan berakibat timbal balik terhadap pengalaman manusia. Dari sisi anatomi ditemukan perubahan bahwa semula kandungan neuron pada otak manusia diperkirakan sebanyak 10 milyar neuron (Hawkins, J. & Blakeslee, S., 2004) dan sekarang telah mencapai 100 milyar neuron (Doidge, N., 2007). Fakta ini menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan yang besar dalam kapasitas otak manusia dengan bertambahnya neuron, yang merupakan sel otak (nerve cells) yang mengatur (menghubungkan) otak dan nervous systems manusia.

Dampak dari perubahan ini adalah meningkatnya kemampuan manusia untuk menerima, menyimpan, dan membuat prediksi sehingga manusia terutama pemimpin sangat berkepentingan untuk mengantisipasi perubahan ini agar diperoleh hasil yang maksimal dalam melaksanakan fungsi-fungsi kepemim-pinannya.

Di sisi lain, para ahli terutama neuroscientists telah melakukan berbagai penelitian dan diskusi mengenai peranan subconscious mind dalam mencapai kesuksesan baik pada level pribadi, hubungan antar manusia, bisnis maupun untuk peningkatan kualitas kehidupan. Sebagaimana diungkapkan oleh Murphy, J., (2000), bahwa terdapat dua level mind, yaitu conscious mind (rational level) dan subconscious mind (irrational level) yang merupakan tempat bersemayamnya emosi (the seat of emotion). Hal-hal penting lainnya perlu diketahui bahwa subconscious mind adalah merupakan gudang (storehouse) memory dan merupakan creative mind yang akan menentukan kualitas imajinasi dan efektivitas pengambilan keputusan. Selanjutnya dikatakan bahwa hubungan antara conscious dan subconscious mind adalah sebagai berikut: the action is your thought, and the reaction is the response of your subconscious mind. If your thoughts are wise, your actions and decisions will be wise.

Perlu dikemukakan bahwa conscious dan subconscious mind bukanlah dua hal yang berbeda, akan tetapi merupakan dua kegiatan yang paralel dalam satu mind. Conscious mind merupakan reasoning mind dan merupakan fase untuk memilih. Semua keputusan tentang pilihan ini merupakan pemanfaatan conscious mind. Di lain pihak terdapat aktivitas yang tidak memerlukan conscious choices, seperti nafas, sirkulasi darah, fungsi-fungsi utama metabolism, yang kesemuanya dilaksanakan atau dikendalikan oleh subconscious mind. Banyak karya-karya yang besar di bidang arts and science merupakan pemanfaatan dari kekuatan subconscious mind.

Bertitik tolak dari sini dapat dikatakan bahwa pemahaman dan pendalaman terhadap kekuatan subconscious mind mutlak dilakukan sehingga dapat dimanfaatkan untuk maksimalisasi kinerja kepemimpinan (leadership performance).

Human (Leadership) Strengths and Paradox of Choices

Manusia dan juga pemimpin memiliki kekuatan dan sekaligus kelemahan. Kekuatan seorang pemimpin dapat dikelompokkan ke dalam empat domain, yaitu executing, influencing, relationship building, dan strategic thinking. Keempat domain ini dapat dirinci lebih lanjut ke dalam 34 (tiga puluh empat) kekuatan (leadership strengths), dan setiap pemimpin perlu mengembangkan kemampuan untuk memahami kekuatannya atau kelemahannya (strenghts finder). Rincian dari kekuatan tersebut (Rath, T. & Conchie, B., 2008) disajikan di tabel 2.

Pemimpin yang memiliki kekuatan pada domain eksekusi (executing) akan memahami bagaimana caranya menjadikan sesuatu (make things happen). Sedangkan pemimpin yang memiliki kekuatan pada domain influencing akan memperoleh keuntungan dalam hubungannya dengan mempengaruhi lingkungan manusia yang lebih besar dan manusia yang memiliki kekuatan ini cenderung untuk selalu menjual ide-ide tim baik di dalam maupun di luar organisasi. Kekuatan pemimpin pada domain relationship building merupakan perekat bagi anggota tim secara keseluruhan. Selanjutnya kekuatan pemimpin pada domain strategic thinking akan mengajak anggota organisasi untuk fokus mencapai apa yang seharusnya dicapai dan mengerahkan anggota tim untuk membuat keputusan yang lebih baik.




Executing Influencing Relationship Building Strategic Thinking
Achiever
Arranger
Belief
Consistency
Deliberative
Discipline
Focus
Responsibility
Restorative Activator
Command
Communication
Competition
Maximizer
Self-Assurance
Significance
Woo Adaptability
Developer
Connectedness
Empathy
Harmony
Includer
Individualization
Positivity
Relator Analytical
Context
Futuristic
Ideation
Input
Intellection
Learner
Strategic
Sumber: Rath, T. & Conchie, B., 2008

Tabel 2. Leadership Strength

Memahami dan menyadari kekuatan merupakan modal yang sangat penting dan efektif untuk menjadi pemimpin. Tanpa memahami kekuatan sendiri tidak mungkin efektif menjadi pemimpin. Winston Churchill dan Mahatma Gandhi menyatakan bahwa kesuksesan mereka didorong oleh perbedaan. Selanjutnya mantan Komandan NATO (Former NATO Supreme Allied Commander) Wesley Clark menyatakan bahwa “I’ve never met an effective leader who wasn’t aware of his talents and working to sharpen them”. (Rath, T. & Conchie, B., 2008).

Dengan memahami kekuatan akan memberikan pemahaman kepada pemimpin untuk mengidentifikasi kelemahan. Penelitian menunjukkan (Rath, T. & Conchie, B., 2008), kekuatan seorang pemimpin tidaklah mungkin mengandung seluruh unsur dalam empat domain di atas. Oleh karenanya teridentifikasinya kekuatan yang dimiliki akan mempermudah untuk mengoptimalkan fungsi tim, mengingat pemimpin sama halnya dengan karakteristik manusia, tanpa kecuali memiliki perbedaan satu dengan yang lainnya. A great leader harus memiliki pemahaman tentang kekuatannya dan keterbatasannya sehingga dapat menginvestasikan effort-nya pada tema-tema yang dapat memperkuat kekuatan tadi, dan mengetahui tema-tema, dimana mereka tidak memiliki talenta, sehingga akan dilaksanakan oleh orang lain. Dalam hal ini team building menjadi sangat relevan (team work maximization).

Dalam kehidupan ini sering terjadi beragam pilihan sebelum keputusan dibuat. Dalam dekade terakhir, pilihan yang dihadapi semakin banyak. Tadinya diharapkan bahwa adanya lebih banyak pilihan akan membuat suatu keputusan menjadi lebih baik. Namun menurut Schwartz, B. (2004), masyarakat modern merasakan semakin tidak puas walaupun kebebasan mereka untuk memilih diperluas. Mengapa hal ini terjadi? Masyarakat modern pada umumnya sepakat untuk memegang teguh komitmen tentang kebebasan individu. Namun diperlukan pembelajaran untuk membuat pilihan yang terbaik dan pada saat yang bersamaan diharuskan membuat pilihan dari sekian banyak alternatif.

Beberapa pelajaran dan kesimpulan dari penelitian tentang the paradox of choice (Schwartz, B., 2004), terdapat beberapa hal yang bisa dijadikan pelajaran:
• Masyarakat akan lebih baik jika menetapkan batasan (constraint) terhadap kebebasan memilih daripada tidak memberi pilihan.
• Masyarakat akan lebih baik jika mencari apa yang disebut taraf good enough (cukup baik), dan bukan terbaik.
• Masyarakat akan lebih baik jika menurunkan tingkat ekspektasi hasil dari keputusan yang dibuat.
• Masyarakat akan lebih baik jika keputusan yang dibuat bersifat non reversible (tidak bolak-balik),
• Masyarakat akan lebih baik jika kita memberikan perhatian yang tidak berlebihan terhadap hal-hal di luar kewajaran

Dalam kesimpulan di atas, Schwartz, B. ingin menunjukkan bahwa conventional wisdom yang menyatakan semakin banyak pilihan bagi masyarakat akan menjadikannya lebih baik tidak sepenuhnya benar, paling tidak terhadap kepuasan yang dicapai dari keputusan yang dibuat.

LEADERSHIP CHALLENGES

Critical Thinking As A Foundation

Intelligence merupakan bagian terpenting dari fungsi brain. Oleh karenanya, membahas intelligence sesungguhnya menyentuh bagian terpenting dari Human Living Structure. Kecerdasan tidak lahir begitu saja. Namun sumber dari intelligence tersebut adalah critical thinking. Paul, R. N. & Elder, L. (2009) mendefinisikan “Critical Thinking is the disciplined art of ensuring that you use the best thinking you are capable of in any set of circumstances.“

Dari definisi Critical Thinking ini dapat disimpulkan bahwa arti yang terkandung menyangkut mental ability behind the success of organization. Secara nyata dapat dikatakan bahwa Critical Thinking merupakan salah satu bentuk intelligence. Selanjutnya kalau dilihat Elements of Critical Thinking meliputi:
• probing;
• proving;
• asking the right questions; and
• anticipating problems.

Keempat elemen critical thinking diatas pada dasarnya merupakan big aspect of leadership. Beberapa praktisi secara jelas mengakui pentingnya peranan critical thinking bagi pemimpin (leader). Sptizer & Evans, 1977 mengatakan bahwa “The great executive throughout recent history were not just people in action, but also people capable of thoughts (critical thinking). Bahkan Jack Welch, 2001 mengatakan juga bahwa “I don’t care if an executive went to a top business school. That does not matter to me, it is more about a way of thinking something I call Healthy & Skepticism”.

Untuk melihat hubungan antara critical thinking, intelligence, leadership competence, dan leadership performance, dapat dilihat pada Gambar 5 di bawah ini:



Gambar 5. Hubungan antara Critical Thinking, Intelligence, Leadership Competence, dan Leadership Performance

Critical thinking dapat terbentuk apabila terdapat paling tidak tiga kondisi: terciptanya situasi yang terbebas dari ketakutan (freedom of thinking), berpikir positif, dan adanya komitmen untuk menerima perbedaan. Rasa takut (fear) akan membunuh tumbuhnya kecerdasan. Musuh terbesar dari intelligence adalah terciptanya rasa takut yang biasanya dianut oleh pemimpin yang anti kecerdasan atau yang mengedepankan kekuasaan. Positive thinking diperlukan karena proses berpikir positif akan menciptakan perasaan positif dan pada akhirnya akan melahirkan keinginan (desire) yang positif.

Komitmen untuk menerima perbedaan sangat besar pengaruhnya karena berkaitan dengan kebebasan untuk menghargai diri sendiri dan pada saat yang bersamaan menghargai pendapat dan kehendak orang lain, Perbedaan kalau dimaknai secara positif dapat merupakan kekayaan yang menjadi penyubur critical thinking.

Dengan critical thinking dapat tercipta intelligence melalui pembelajaran (learning) dan mentoring. Pembelajaran (learning) dapat dilakukan melalui proses belajar (study), observasi dan pengalaman. Sedangkan mentoring, baik tradisional (klasik) maupun power mentoring merupakan salah satu bentuk atau cara mempersiapkan pemimpin-pemimpin baru melalui transformasi pengalaman, baik yang bersifat keberhasilan maupun kegagalan.

Apabila tingkat intelligence dapat dicapai, maka terciptalah leadership competence yang mencakup kemampuan pemimpin untuk menyesuaikan diri (adaptive capacity), kemampuan untuk berbagi dengan yang dipimpin (share of meaning), kemampuan emotional intelligence dan pemilikan integritas yang meliputi kompetensi, ambisi dan moral compass (kejujuran). Kesemuanya ini, jika dirangkum akan melahirkan kinerja kempemimpinan yang dapat diukur paling tidak dari fungsi utama seorang pemimpin, yaitu: (1) seberapa jauh pemimpin yang bersangkutan mampu menyusun dan mewujudkan masa depan negara atau organisasi yang dipimpinnya; (2) seberapa jauh, pemimpin yang bersangkutan, mampu menyikapi dan membuat keputusan menghadapi perubahan.

Executive Intelligence for Great Leader

Istilah executive intelligence sering mengemuka tatkala intelligence dihubungkan dengan fungsi seorang pemimpin. Istilah Great Leader, biasanya ditujukan untuk mendefinisikan pemimpin yang memiliki kemampuan luar biasa dalam melaksanakan fungsi kepemimpinan. Beberapa istilah lain, misalnya master conductor, business guru, sering digunakan secara silih berganti untuk menunjukkan kehebatan seorang pemimpin.Setiap great leader memiliki executive intelligence. Executive intelligence merupakan kemampuan yang distinctive dari manusia (leader) yang ditunjukkan melalui tiga jenis kemampuan: penyelesaian tugas, mengerjakan tugas melalui orang lain, dan kemampuan untuk menentukan sikap dan penyesuaian yang diperlukan (Menkes, J., 2005).

Tahapan kelahiran executive intelligence dimulai dari proses berpikir, karena proses berpikir mempengaruhi feeling manusia, dan selanjutnya feeling ini akan mempengaruhi desire/wanting (keinginan) manusia. Pikiran yang positif akan melahirkan feeling positif dan feeling prositif melahirkan keinginan dan tindakan positif. Dengan dibarengi oleh adanya komitmen menerima perbedaan, lahirlah critical thinking yang menjadi landasan kelahiran executive intelligence. The leadership challenge yang muncul adalah perlu pemahaman dan komitmen untuk mengembangkan kualitas kepemimpinan yang mengedepankan kecerdasan (intelligence). Salah satu pendekatan yang dapat ditentukan adalah inisiatif untuk melahirkan learning organization dengan mengedepankan prinsip-prinsip learning: melalui proses belajar baik bagi pemimpin maupun masyarakat yang dipimpin, observasi dari kejadian-kejadian yang bersifat substantive bagi organisasi dan membuka kesempatan untuk mengembangkan pengalaman bagi seluruh jajaran

A Need for Great Leader

Kualitas kepemimpinan maksimal yang hendak dicapai (greatness) membutuhkan keberadaan great leader. Great leader membutuhkan level kecerdasan excecutive (excecutive intelligent). Dan great leader pada akhirnya memerlukan great leadership. Lahirnya great leader umumnya melalui proses yang panjang karena tidak hanya melibatkan satu jenis kecerdasan. Dalam lingkungan yang sangat kompleks, penguasaan berbagai jenis intelligence,rasional, emotional dan spiritual, mutlak dimiliki oleh seorang great leader. Mengingat great leadership merupakan bagian yang tak terpisahkan dari keberadaan great leader, maka untuk mencapai itu, pendekatan yang dapat digunakan adalah intelligence based leadership.

Intelligence based leadership ini mencakup pemahaman tentang intelligence dan implementasinya ke dalam fungsi-fungsi leadership, seperti:
• pencegahan masalah sebelum terjadi. Ini dapat dilakukan dengan mengetahui kesalahan kesalahan mendasar bagi pemimpin antara lain: kurang fokus terhadap orientasi masa depan;
• kurang perhatian terhadap mentoring;
• lemahnya sistem komunikasi;
• pengambilan keputuan yang sewenang-wenang (dictatorship);
• ketiadaan passion, empathy, dan compassion (emotional intelligence);

Untuk mencapainya perlu dikembangkan budaya organisasi yang selalu melakukan transformasi pengalaman menjadi pengetahuan (transform experiences into knowledge). Hal yang tidak kalah pentingnya untuk diketahui, bahwa penghalang utama lahirnya intelligence adalah adanya rasa takut (fear). Oleh karena itu pendekatan yang harus diikuti hendaknya mengedepankan pola kepemimpinan yang menjauhkan lahirnya rasa takut bagi keseluruhan level organisasi. Dalam hal ini pengembangan tema relationship building menjadi prioritas. Kepemimpinan yang mengedepankan domain relationship building memiliki unsur-unsur: adaptability, developer, connectedness, empathy, harmony, include, individualization, positivity, dan relator. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Klann, G. (2007) yang menyatakan atribut terpenting dalam character building adalah:

• courage;
• caring;
• optimism;
• self-control;dan
• communication.

Sedangkan menurut Kouzes & Posner (2007), karakteristik yang berpengaruh dalam menentukan Admired Leaders, adalah sebagai berikut:
• honest;
• forward-looking;
• inspiring;
• competent;
• strengths finder;
• team maximization;dan
• emotional intelligence;

Era of Limit

Era of limit ini merupakan aspek kepemimpinan yang penting namun kurang memperoleh perhatian yang seharusnya. Era of Limit menjadi semakin penting bukan karena ditujukan pada perseorangan, namun era tersebut memberikan informasi atau fakta sejarah, budaya, dan arena yang memungkinkan pemimpin untuk bertindak. Era of Limit ini berbeda dengan generasi yang berubah setiap periode tertentu. Namun era dimaksud ditandai oleh peristiwa penting (defining events) yang mungkin terjadi setiap kurang lebih dua puluh tahun. Sebagai contoh era dimana kita dibesarkan hingga menjelang dewasa tetap merupakan faktor penting yang berpengaruh terhadap kehidupan kita.

Dalam dua puluh tahun terakhir telah terjadi berbagai peristiwa penting yang ditandai oleh kelahiran internet, dan berakhirnya perang dingin. Sebagai contoh, pada era ini telah terjadi pergeseran dari era analog ke era digital. Perubahan era ini mengakibatkan karakter kepemimpinan yang diperlukan juga berubah mengingat challenge yang dihadapi juga berbeda. Perbedaan tersebut meliputi antara lain pandangan hidup, aspirasi, live balance, dan tantangan lainnya. Perbedaan antar era dapat memunculkan isu-isu kepemimpinan yang penting antara lain:
• sejalan dengan keterbatasan usia manusia (limit of human presence) maka pemimpin juga tak terkecualikan, sehingga pertanyaan yang muncul adalah kapankah seorang pemimpin harus turun (step down),
• kondisi apa yang menjadi faktor untuk dipertimbangkan (new era is waiting),
• sudahkah pemimpin yang bersangkutan menyiapkan penggantinya (successor),
• siapkah secara mental sebagai pemimpin untuk dikalahkan oleh pemimpin lainnya (leadership transition). Kesalahan umum dilakukan dalam transisi kepemimpinan adalah bahwa pemimpin cenderung untuk mempertahankan jabatannya lebih lama dari yang seharusnya, dan pemimpin yang memegang jabatan terlalu lama dari seharusnya, cenderung membuat kerusakan yang lebih besar dari yang memimpin terlalu pendek dari yang seharusnya.

Semua pertanyaan di atas terkait dengan kemampuan dan kepekaan pemimpin untuk mengetahui tanda-tanda (era of limit). Disinilah pentingnya peran intelligence terutama emotional, dan spiritual intelligence.


LEADERSHIP PERFORMANCE

Designing the Future of Nation (Organization)

Fungsi utama seorang pemimpin adalah mendesain masa depan dari masyarakat (organisasi) yang dipimpinnya. Mendesain masa depan memerlukan kemampuan dan seni tersendiri yang mensyaratkan pemimpin tersebut mampu melahirkan visi dan misi serta strategi yang tepat. Selama melibatkan masa depan, berarti peranan kemampuan dan intelligence menjadi sangat menonjol terutama pemanfaatan right hemishpere (otak kanan) karena melibatkan imajinasi dan kreativitas pemimpin tersebut. Disamping itu perlu diingat bahwa executive intelligence, sebagaimana diuraikan pada bagian leadership challenge, merupakan elemen yang penting dalam proses ini.

Fungsi kedua berhubungan dengan bagaimana menyikapi perubahan yang terjadi, melalui penetapan paradigma baru, dan berani mengambil keputusan serta bersedia untuk menanggung risiko terhadap kemungkinan yang terjadi. Di sini diperlukan keberanian untuk berkorban (willing to sacrifice) karena seorang pemimpin perlu menyadari fungsinya untuk memberikan pelayanan, mengajak dan menciptakan harapan untuk kesejahteraan masyarakat yang dipimpinnya. Perubahan dapat bersumber dari dalam organisasi atau dipaksakan oleh lingkungan yang selalu berubah. Untuk menyikapi perubahan yang terjadi perlu dikembangkan leadership competencies (Bennis, G. W. & Thomas, J. R., 2007), yang terdiri dari :

• Adaptive capacity, kemampuan untuk melakukan penyesuaian terhadap perubahan melalui kerja keras, pembelajaran, first class noticer) dan kreativitas.
• Share of meaning, memahami perasaan pihak lain melalui empathy, dan
• Voice, kemampuan untuk menetapkan tujuan, self awareness, self confidence dan emotional intelligence
• Integrity, memiliki keseimbangan ambisi, kompeten, dan moral compass.

Leadership performance akan selalu dikaitkan dengan kedua fungsi penting kepemimpinan di atas, selain fungsi manajemen lainnya yang sudah seharusnya dikuasai oleh pemimpin agar kinerjanya menjadi maksimal, termasuk membangun distinctive competence dan resources atau sumber daya dalam penciptaan nilai (value creation) sehingga akan tercipta competitive advantages secara berkesinambungan.




CONCLUSION

Berdasarkan pembahasan berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan di atas, beberapa kesimpulan penting dapat diambil: Pertama, bahwa peranan intelligence menjadi semakin penting setelah adanya pemahaman yang lebih luas terhadap fungsi-fungsi brain & mind. Kedua, akar dari kecerdasan adalah critical thinking dan intelligence merupakan akar dari talenta atau competencies. Selanjutnya competence akan melahirkan pendewasaan yang merupakan penyubur kelahiran wisdom. Wisdom akan merupakan the prime seater dari kebahagiaan. Ketiga, kebahagiaan yang berakar dari intelligence dan menjadi persyaratan penting yang menentukan kinerja kepemimpinan, karena hanya pemimpin yang cerdas dan pernah merasakan kebahagiaan berpeluang memberikan harapan dan kebahagiaan kepada masyarakat.

Keempat, Perkembangan terbaru dari brain science menunjukan tren kehadiran conceptual age, neuroplasticity dan kekuatan subsconcious mind yang perlu dimanfaatkan, munculnya masalah paradox of choices yang berakibat tingkat kepuasan masyarakat menurun akan menjadi tantangan tersendiri. Kelima, human (leadership strength) perlu diidentifikasi oleh setiap pemimpin karena merupakan syarat bagi kesuksesannya. Melalui strength finder ini akan memungkinkan pemimpin sekaligus memahami kelemahannya sehingga dapat memaksimalkan team work yang dimilikinya. Keenam, Setiap pemimpin yang sukses sudah sewajarnya mengetahui dan memahami tanda-tanda perubahan era (era of limit). Perubahan era ini mengakibatkan karakter kepemimpinan yang diperlukan juga berubah mengingat challenge yang dihadapi juga berbeda. Perbedaan tersebut meliputi antara lain pandangan hidup, aspirasi, live balance, dan tantangan lainnya. Perbedaan antar era memunculkan isu-isu kepemimpinan yang penting, antara lain: sejalan dengan keterbatasan usia manusia (limit of human presence), kapankah seorang pemimpin harus turun; kondisi apa yang menjadi faktor untuk dipertimbangkan (new era is waiting); sudahkah pemimpin menyiapkan pengganti (successor); dan siapkah secara mental sebagai pemimpin untuk dikalahkan oleh pemimpin lainnya (leadership transition).

Ketujuh, Implikasi yang timbul adalah diperlukannya intelligence based leadership yang memanfaatkan secara maksimal potensi otak atau mind untuk menjawab tantangan yang ada dan mencapai kinerja kepemimpinan yang maksimal, melalui learning (study, observation, dan experience), mentoring dan pengembangan rational, emotional dan spiritual intelligence secara terus menerus disamping executive intelligence yang mutlak harus dimiliki setiap pemimpin yang sukses.

REFERENSI
Bennis, Warren G., & Thomas, Robert J. 2007. Leading For A Lifetime. Harvard Business School Press, Boston.
Brockman, John. 2005. What We Believe But Cannot Prove: Todays leading thinkers on science in the age of certainty. Simon & Schuster, London.
Doidge, Norman. 2007. The Brain That Changes Itself. Penguin Group, New York.
Finzel, Hans. 1994. The Top Ten Mistakes Leaders Make. Cook Coomunication Ministries, Colorado.
Freston, Kathy, 2008. Quantum Wellness: A step-by-step guide to health and happiness. Ebury Publishing. New York.
Goldberg, Elkhonon. 2006. The Wisdom Paradox. Gotham Books, New York.
Golemen, Daniel. 2006. Social Intelligence: The new science of human relationship. Bantam Book, New York.
Klann, Gene. 2007. Building Character: Strengthening the heart of good leadership. John-Wiley & Sons, New York.
Kouzes, James M., & Posner, Barry Z. 2007. The Leadership Challenge. John Willey & Sons, San Fransisco.
Menkes, Justin. 2006. Executive Intelligence. Harper Collins Publisher. New York.
Murphy, Joseph. 2000. The Power of Subconscious Mind. Prentice Hall Press. New York.
Newberg, Andrew, & Waldman, Mark R. 2006. Born to Believe. Simon & Schuster, New York.
Osho. 1999. Courage: The joy of living dangerously. St. Martin Griffin. New York.
Schwartz, Barry. 2004. The Paradox of Choice. Harper Collins Publisher, New York.
Pfeiffer, Trish., Mack, John E., & Deveraux, Paul. 2007. Mind Before Matter. John Hunt Publishing. London.
Pink, Daniel H. 2005. A Whole New Mind. Penguin Group. New York.
Rath, Tom, & Conche, Barry. 2008. Strengths Based Leadership. Gallup Press, New York.
Roberto, Michael A. 2009. Know What You Don’t Know. Wharton Publishing School. New York.
Zohar, Danah. & Marshall, Ian. 2004. Spiritual Capital. Bloomsbury Publishing Plc., London

2 komentar:

  1. Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

    Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

    Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

    Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

    Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut

    BalasHapus
  2. kesaksian nyata dan kabar baik !!!

    Nama saya mohammad, saya baru saja menerima pinjaman saya dan telah dipindahkan ke rekening bank saya, beberapa hari yang lalu saya melamar ke Perusahaan Pinjaman Dangote melalui Lady Jane (Ladyjanealice@gmail.com), saya bertanya kepada Lady jane tentang persyaratan Dangote Loan Perusahaan dan wanita jane mengatakan kepada saya bahwa jika saya memiliki semua persyarataan bahwa pinjaman saya akan ditransfer kepada saya tanpa penundaan

    Dan percayalah sekarang karena pinjaman rp11milyar saya dengan tingkat bunga 2% untuk bisnis Tambang Batubara saya baru saja disetujui dan dipindahkan ke akun saya, ini adalah mimpi yang akan datang, saya berjanji kepada Lady jane bahwa saya akan mengatakan kepada dunia apakah ini benar? dan saya akan memberitahu dunia sekarang karena ini benar

    Anda tidak perlu membayar biayaa pendaftaran, biaya lisensi, mematuhi Perusahaan Pinjaman Dangote dan Anda akan mendapatkan pinjaman Anda

    untuk lebih jelasnya hubungi saya via email: mahammadismali234@gmail.comdan hubungi Dangote Loan Company untuk pinjaman Anda sekarang melalui email Dangotegrouploandepartment@gmail.com

    BalasHapus